Rabu, 29 Desember 2010

Soft Landing Untuk Hendarman dan Istana

Soft Landing Untuk Hendarman dan Istana

altDua saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan atas uji materiil UU Kejaksaan Kamis (12/08) kemarin kompak menyatakan ada yang salah dalam pengangkatan Hendarman Supanji. Tak tanggung, mantan Ketua MA Bagir Manan bahkan bersikukuh, tak semestinya Kejagung diangkat hanya dengan menepuk pundak. Masa jabatan Jaksa Agung berakhir persis ketika masa tugas kabinet usai. Jaksa Agung dalam hal ini bagian pelengkap dalam system pemerintahan, dimana kekuasaan eksekutif memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikannya.

Sebagai pemohon, posisi Yusril nampaknya diuntungkan dengan keterangan saksi ahli. Persoalan kemudian muncul manakala jika diakhir masa sidang gugatan dimenangkan oleh Yusril. Ada dua implikasi utama jika Yusril menang, secara politik akan menampar wajah SBY plus penasehat hukum kepresidenan seperti Denny Indrayana. Dalam konteks ini, akan terasa sulit bagi SBY menerima sesuatu yang sudah terlanjur. Kedua, Wajah republik tentu sangat malu. Malu di dunia internasional dan yang lebih parah di lingkungan domestik. Sistem ketatanegaraan terkesan amburadul. Persoalan ini akan menambah daftar panjang amunisi para oposisi untuk menyerang SBY. Dampak yang lebih serius, segala bentuk keputusan dan tindakan hukum yang dikeluarkan Hendarman akan dipandang tidak syah. Jika ini yang terjadi, maka dapat dipastikan perdebatan dan energi republik terutama Istana akan terkuras habis untuk meladeni berbagai tekanan politik dan hukum akibat kebijakan Kejagung selama ini, seperti penananganan kasus Antasari Azahar, dan terlebih khusus kasus Sisminbakum yang melibatkan Yusril.

Politik Jalan Tengah.

Dalam satu minggu ini, ada suara yang relatif nyaring dari Senayan untuk meminta mundur Hendarman dan Bambang DH. Alasannya keduanya terlibat kebohongan publik karena tak mampu menunjukkan rekaman pembicaraan Ade Raharja dan Ari Muladi di muka pengadilan.

Menyambut tuntutan para politisi Senayan, Istana harus membaca ini sebagai bagian dari peluang. Jika menonaktifkan Hendarman karena termasuk dalam Jaksa Agung illegal, maka ini sama dengan menampar wajah sendiri bagi SBY. Tetapi jika dilakukan karena alasan refresh kepemimpinan maka akan menjadi softlanding bagi nasib Hendarman dan juga pencitraan posisitif bagi SBY.

Yang jauh lebih mengasyikkan tentu saja, memutuskan nasib Hendarman akan menyudahi perdebatan panjang masalah Sisminbakum; apakah hal itu perbuatan melawan hukum atau kebijakan yang justru menyelamatkan uang negara dan menjadi bagian dalam reformasi pelayanan birokrasi. Catatan ini penting, mengingat sejauh ini Yusril selalu bernyanyi kemana-mana membandingkan kasusnya dengan kasus Century. Yusril melihat kasusnya justru semata-mata dilakukan sebagai bagian dari kebijakan. Artinya, dirinya tak layak dipersalahkan atas kasus Sisminbakum, sebagai layaknya Century gate yang dinilai sebagai produk kebijakan. Mengistirahatkan Hendarman dengan kata lain sama artinya, menutup rapat-rapat atas upaya mengungkit-mengungkit kasus Century-yang akan menohok Istana dan Partai Demokrat. Bagi SBY, poin dan pilihan ini akan jauh lebih soft, ketimbang membuka ruang perdebatan face a face dengan Yusril dan juga kelompok lainnya, mumpung ada angin dari Senayan untuk menggusur Hendarman.
sumber roabaca.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar